Soft Selling Memangnya Efektif?

Ada banyak cara dilakukan oleh suatu brand dalam mempromosikan produknya. Baru – baru ini ada strategi unik yang digunakan oleh brand kacamata bernama “Optika Lunett” dalam konten marketingnya melalui platform Tiktok. Berawal dari konten Tiktoknya yang berisikan video yang cukup relate dengan realitas karyawan di ibukota dan kehidupan sehari – hari (misalnya perbedaan sosial antara orang-orang yang menaiki transportasi umum tertentu, lingkungan kerja, pola masyarakat ibukota yang konsumtif, dan lain sebagainya) tanpa berusaha me-mention produknya, hal ini mampu menarik minat dari audiens. Selain karena kontennya yang menghibur dan sesuai dengan platform yang digunakan, namun juga audiens berhasil dibuat bertanya-tanya karena akun Optika Lunett tersebut hampir tidak pernah secara terang terangan mempromosikan produknya dalam video video yang diposting dalam akun Tiktoknya, melainkan hanya mengenakan produk kacamatanya dalam setiap konten yang dia buat. Dengan adanya konten-konten yang  telah dihasilkan oleh content creator Optika Lunett,hal ini membuat akun Tiktok Optika Lunett (@optikalunett_official) menjadi viral dan ramai diperbincangkan oleh masyarakat karena kontennya yang menarik, dan dalam waktu dekat semenjak konsisten memproduksi konten tersebut, Optika Lunett berhasil memperoleh 15,9 ribu pengikut; serta konten-kontennya telah disukai hingga 2 juta.

Strategi komunikasi pemasaran yang diterapkan oleh content creator @optikalunett_official ini disebut dengan soft selling. Soft selling merupakan suatu teknik dalam menjual secara halus sehingga target dari penjualan tersebut tidak menyadari bahwa dirinya menjadi target penjualan. Singkatnya, soft selling merupakan strategi penjualan secara implisit untuk menarik minat konsumen. 

Metode soft selling ini sebenarnya sudah sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, namun seringkali kita tidak sadar dengan metode pemasaran yang dilakukan oleh produk tersebut. Komunikasi pemasaran dengan strategi soft selling pada umumnya dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi perhatian konsumen yang sedang dialihkan ketika melihat promosi yang langsung memberikan informasi terkait produk yang ditawarkan. Indikator dari soft selling tersebut meliputi; 1) Feeling; 2) Implicit; dan 3) Image. Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa bentuk komunikasi pemasaran yang diterapkan yaitu menggunakan soft selling dengan metode covert selling. Pada umumnya penggunaan metode covert selling ini membuat audiens tidak menyadari bahwa suatu brand tersebut melakukan promosi produk. Strategi dari Optika Lunett membuat masyarakat cenderung fokus terhadap konten yang disajikan, namun dengan kekonsistenannya untuk selalu mengenakan kacamata secara tidak sadar memancing audiens untuk tetap tertuju pada beragam kacamata yang dikenakan. Selain brand Optika Lunett, terdapat beberapa brand lain yang menerapkan strategi komunikasi pemasaran serupa, seperti Apple, Nike, dan lain sebagainya.

Lalu, apakah komunikasi pemasaran model soft selling ini efektif dalam brand awareness produk tersebut? 

Pada umumnya pendekatan secara soft selling lebih efektif untuk diterapkan dalam upaya brand awareness maupun brand engagement. Hal ini diakibatkan oleh alasan-alasan, berupa:

  1. Dalam pendekatan soft selling, cenderung terkesan lebih halus dengan adanya persuasi, sehingga secara jangka panjang lebih efektif dalam memperluas jangkauan konsumen. Dilansir dari Business to Community, terdapat riset dari New Century Media yang menunjukkan bahwa konsumen cenderung memilih untuk membeli produk dengan metode penjualan secara soft selling. Selain itu, 97% konsumen yang sudah membeli memiliki kecenderungan akan merekomendasikan ke teman-temannya (word of mouth) dan 95% kemungkinan akan membeli kembali produk tersebut.
  2. Konsumen cenderung lebih tertarik dengan pendekatan secara halus seperti soft selling, konsumen cenderung lebih penasaran dalam mengeksplor apa saja yang diproduksi oleh brand ini, apakah ada promo tertentu, dan lain sebagainya.
  3. Bidang industri yang menggunakan metode komunikasi pemasaran secara soft selling ini umumnya jangkauannya lebih luas seperti, content marketing, konsultan, manufaktur, dan lain sebagainya.

DAFTAR REFERENSI

Aliya, H. (2021). Hard Selling dan Soft Selling. Glints. Diakses pada 12 Maret 2023, melalui https://glints.com/id/lowongan/perbedaan-hard-selling-dan-soft-selling/#.ZBBFy5FBy5d

Okazaki, S., M., B., & Taylor, R. C. (2020). Measuring Soft Sell Versus Hard Sell Advertising Appeals. Journal of Advertising.

Spillane, J. (n.d.). Hard Sell Vs. Soft Sell. Business2Community. Diakses pada 13 Maret 2023, melalui https://www.business2community.com/sales-management/hard-sell-vs-soft-sell-01198478#:~:text=First%20what’s%20the%20difference%20between,%2C%20forceful%2C%20and%20overt%20approach.

Syarifah, I., Aminudin, & Netty, L. (2022). Pengaruh Soft Selling Dalam Media Sosial Instagram dan Celebrity Endorse Terhadap Keputusan Pembelian. Jurnal Bisnis dan Kajian Strategi Manajemen, 49-50.

https://www.linkedin.com/feed/update/urn:li:activity:7037437796365598720?utm_source=share&utm_medium=member_android


Penulis & Editor: Odilia Diana Dyah Ayu Pitaloka